Sabtu, 20 Agustus 2011

MORATORIUM CPNS DAN PENINGKATAN KINERJA


Kita sudah banyak mendengar program-program reformasi birokrasi diterapkan dilingkungan instansi pemerintahan, namun belum juga membawa hasil bila tidak ingin disebut stagnan/jalan ditempat. Padahal reformasi birokrasi bermuara pada peningkatan kualitas pelayanan publik adalah harapan masyarakat luas. Dengan kata lain reformasi birokrasi menjadi tidak bermakna bagi rakyat selama pelayanan publik masih tetap mengecewakan.
Salah satu program baru dalam rangka reformasi birokrasi yang digulirkan akhir-akhir ini ke publik adalah penghentian sementara atau moratorium Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Berbagai kalangan mendesak pemerintah melakukan moratorium penerimaan CPNS. Wacana ini menarik untuk kita kaji bersama. Ada beberapa alasan yang diungkapkan, mengapa pemerintah perlu mengambil kebijakan tersebut. Pertama, penambahan jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) banyak daerah justru membebani keuangan daerah setempat. Di banyak daerah, laju penambahan jumlah pegawai lebih cepat dibanding laju pendapatan daerah. Kedua,  kenyataan dilapangan berbicara, penambahan PNS tidak berbanding lurus dengan meningkatnya pelayanan mereka kepada publik.
Usulan moratorium penerimaan CPNS awalnya disampaikan Tim Independen Reformasi Birokrasi Nasional. Berdasarkan kajian Tim Independen Reformasi Birokrasi Nasional menilai jumlah PNS saat ini sudah terlalu banyak. Perekrutan PNS harus dihentikan sementara, paling lambat enam bulan ke depan. Tidak terkendalinya pengelolaan PNS dan calon PNS sangat berbahaya. Tidak hanya dari sisi keuangan, tetapi juga efektivitas kerja yang tentu saja berimbas pada pelayanan publik. Menurut Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan yang menyatakan bahwa anggaran untuk PNS setiap tahun meningkat. Pada 2005, anggaran PNS Rp. 54,3 triliun, kemudian naik drastis menjadi Rp 162,7 triliun (APBNP) atau 147,9 triliun (realisasi) pada 2010. Kemudian membengkak pada 2011, anggaran belanja PNS sebesar Rp 180,6 triliun (RAPBN) atau Rp 180,8 triliun (APBN).
Dengan kondisi keuangan mayoritas pemerintahan kab./kota dan pemerintahan provinsi yang masih pas-pasan, sehingga di sebagian daerah di Indonesia sebagian besar anggaran, yaitu 60 persen hingga 70 persen, habis digunakan menggaji karyawan. Akibatnya jumlah anggaran yang mengalir untuk pembangunan dan membantu masyarakat tidak mampu, sangat kecil. Jadi kalau melihat infrastruktur di daerah-daerah itu bergerak melambat, baik itu jalan-jalan yang kurang bagus, sarana dan prasarana umum jelek kondisinya, bangunan sekolah banyak yang rusak itu semua karena pemerintah sejatinya hanya punya sedikit anggaran pembangunan.
Jika kondisi tersebut dibiarkan, bahkan jumlah PNS terus ditambah, bisa sangat berbahaya bagi stabilitas sosial dan politik. Oleh karenanya pemerintah pusat maupun daerah agar mempertimbangkan segera adanya usulan moratorium penerimaan CPNS. Usul tersebut sekaligus menjadi bagian konkret dari langkah reformasi birokrasi yang selama ini dikampanyekan Pemerintah.
Fakta lain yang selama ini kita lihat, membengkaknya jumlah PNS tidak selalu berbanding lurus dengan kualitas pelayanan terhadap masyarakat. Terbukti saat ini jumlah PNS mengalami peningkatan setiap tahunnya, tetapi penyelenggaraan pelayanan publik tidak mengalami perubahan signifikan. Dengan kenyataan tersebut berarti meski PNS sudah di didik dan dilatih secara khusus, belum mampu mengubah mindset pelayanan mereka yang tidak maksimal. Kualitas pelayanan yang diberikan PNS kepada masyarakat masih di bawah mutu. Untuk itu moratorium CPNS perlu dilakukan, agar pemerintah pusat/daerah lebih berkonsentrasi dalam pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat.
Perlu diperhatikan, moratorium rekrutmen CPNS diperuntukkan bagi para pegawai teknis/pelayanan publik atau pegawai-pegawai di kantor pemerintahan, moratorium tidak berlaku untuk guru dan tenaga kesehatan. Rekrutmen guru dan tenaga kesehatan perlu dikecualikan karena banyak daerah seperti daerah-daerah tertinggal masih sangat membutuhkan. Moratorium rekrutmen CPNS itu hanya salah satu kebijakan yang semestinya diambil pemerintah dalam rangka reformasi birokrasi.
Moratorium rekrutmen CPNS tidak cukup memadai tanpa kebijakan menyeluruh terkait reformasi birokrasi. Selain moratorium perlu ada peningkatan kinerja birokrasi. Sudah menjadi rahasia umum kualitas birokrasi pelayanan di Indonesia jauh dari memuaskan. Birokrasi di Indonesia sangat buruk dan sangat koruptif. Untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja para abdi negara tersebut bisa dilakukan dengan menerapkan mekanisme reward dan punishment. Hal ini sangat penting untuk menguatkan orientasi kinerja para pegawai.
Selama ini tidak cukup jelas perbedaan antara birokrat yang kinerjanya baik dengan yang tidak. Tidak heran hampir semua orang ingin menjadi PNS karena PNS menjadi pekerjaan sekali seumur hidup, tidak peduli bagaimanapun kinerjanya. Hanya PNS yang berkinerja baik yang diberi penghargaan begitu juga sebaliknya. Asalkan kinerjanya sudah baik, kita semua setuju jika gaji PNS naik berlipat-lipat atau yang disebut dengan reumenerasi. Jika kebijakan reumenerasi dipukul rata, yakni PNS yang buruk kinerjanya pun menerima reumenerasi, maka hanya akan membangkrutkan negara. Hal ini dilakukan bukan berarti kita menolak kebijakan reumenerasi.. Reformasi birokrasi bukan hanya sekedar reumenerasi, tapi harus membenahi semua aspek di birokrasi. Para pemangku kebijakan perlu mempertimbangkan merevisi UU kepegawaian negara.
Jika hal tersebut dapat dilakukan maka secara perlahan postur PNS akan ramping, tetapi pelayanan masyarakat bisa membaik. Dengan penerapan reward dan punishment juga akan membuat iklim kompetisi kerja di lingkungan birokrasi akan semakin sehat dan hidup. Pada gilirannya juga akan mendorong efisiensi dan efektifitas birokrasi karena hanya yang kinerjanya baik saja yang akan bertahan.(Danu_Sang Pencerah)

0 komentar:

Posting Komentar