Sabtu, 20 Agustus 2011

ANTARA CITA-CITA DAN REALITA (REFLEKSI DALAM RANGKA MEMPERINGATI HUT KE-66 PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA)


Bulan Agustus adalah bulan yang sangat istimewa bagi bangsa Indonesia. Sebuah peristiwa bersejarah terjadi, yaitu proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Setelah merdeka, para founding fathers bangsa ini mempunyai cita-cita yang sesuai tertuang dalam pembukaan Undang Undang Dasar 1945, tujuan dari dibentuknya pemerintah negara Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
 Sebuah cita-cita yang luhur, akan tetapi bagaimanakah kondisi Indonesia setelah merdeka selama 66 tahun, apakah cita-cita itu sudah direalisasikan oleh pemerintah?apakah kemerdekaan hanya diperingati dengan seremonial upacara bendera, karnaval, perlombaan tanpa mencoba menyelami kegelisahan rakyat yang tidak kunjung henti.
Melihat realita yang ada pemerintah masih belum bisa mewujudkan cita-cita para pendahulu bangsa. Pertama, pemerintah seharusnya memberikan rasa aman dan perlindungan terhadap seluruh warganya tanpa terkecuali. Hal ini merupakan cita-cita dasar. Akan tetapi realita dilapangan berkata lain, masih adanya penyerangan terhadap pemeluk agama tertentu, hal ini seharusnya sudah tidak ada lagi di negara yang katanya sudah merdeka seperti saat ini.
            Niatan luhur berikutnya memajukan kesejahteraan umum, cita-cita ini sungguh masih jauh dari harapan. Indonesia merupakan negara dengan kekayaan alam yang melimpah ruah, baik hasil tambang, belum lagi hasil dari hutan, laut serta tanah yang subur. Modal ini semestinya bisa membuat seluruh penduduk menjadi sejahtera, kita seharusnya bisa menjadi tuan di negeri sendiri. 
Sayang, banyak dari hasil kekayaan alam yang hanya dinikmati oleh segelintir orang di republik ini. Lebih menyedihkan lagi sekarang ini hampir sebagian besar kekayaan alam Indonesia dikuasai asing.
Belum lagi tindakan korupsi yang semakin menggila di bangsa ini. Para koruptor seharusnya sadar dan mengerti bahwa kekayaan alam Indonesia bukanlah warisan untuk golongan tertentu yang dengan mudahnya dapat mereka rampok. Dalam konteks ini, koruptor sudah sepantasnya dihukum berat. Realitanya, pemerintah terkesan tebang pilih dan setengah hati dalam memberantas korupsi. Hal ini tercermin dari pemberian remisi atau keringanan hukuman kepada para koruptor .
Kemudian bagaimana dengan cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa? UUD 1945 menjamin hak setiap warganya untuk dapat mengenyam pendidikan yang layak, namun hingga detik ini, masih banyak ditemukan anak-anak bangsa yang notabene akan menjadi generasi penerus yang tidak bersekolah, kasus buta huruf dan lain sebagainya.
Negara ini terancam kehilangan harapan akan masa depan, akibat berbagai praktik kehidupan berbangsa dan bernegara yang mengkhianati cita-cita proklamasi. Cita-cita itu hanya kata-kata manis yang kerap dilecehkan dan di lupakan. Hal ini terbukti, sampai saat ini, nyatanya para elite penguasa tidak mampu belajar dan meneruskan niatan luhur para pendiri bangsa.
Pemerintah sejatinya memiliki kewajiban meneruskan dan merealisasikan cita-cita kemerdekaan untuk membuat rakyat menjadi lebih sejahtera. Melalui tulisan ini, saya mengajak semua elemen bangsa untuk tidak berhenti mencintai Indonesia, untuk tidak pernah lelah bekerja untuk Indonesia. Mari bersama membawa bangsa ini meraih kejayaan. Sudah saatnya kita menjadi bangsa yang besar yang dihormati oleh bangsa lain. (Danu_SangPencerah)

0 komentar:

Posting Komentar